Analisa
Dampak Komposisi “Kabinet Kerja” Presiden Jokowi Terhadap Kebijakan Ekonomi
Politik Internasional Indonesia
Kalau
kita lihat komposisi cabinet kerja Jokowi yang sudah diumumkan terdapat hal
yang berbeda dengan komposisi cabinet sebelumnya di era pemerintahan SBY. Salah
satu yang membedakannya adalah terdapat delapan perempuan yang mengisi cabinet
kerja Jokowi, dimana posisi mereka sangat strategis misalnya Menteri Luar
Negeri Indonesia untuk pertama kalinya di jabat oleh seorang perempuan yaitu
Ibu Retno Marsudi. Selain ibu Retno terdapat pula sosok yang lainnya seperti
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Kehutanan dan
Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Yohana Yembise, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Hal ini
menandakan bahwa konsep demokrasi Indonesia sudah maju salah satunya dalam
pemenuhan keterwakilan perempuan di politik. Sebab, hal yang selama ini
digembor-gembrokan Negara-negara Barat tentang kesetaraan perempuan dalam
politik ternyata Indonesia telah melakukannya dengan baik.
Dengan
komposisi cabinet kerja yang dibentuk oleh Jokowi dimana menteri-menteri yang
dinilai strategis dalam merumuskan kebijakan luar negeri yang terkait dengan
bidang ekonomi seperti menteri luar negeri Ibu Retno Marsudi yang sudah melejit
karir diplomatiknya. Kebijakan peluang merupakan kebijakan luar negeri
Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi, hal ini sesuai dengan visi Presiden
Jokowi yaitu Indonesia harus berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi
dan berkepribadian secara budaya. Kalau kita lihat dari ketiga visi
tersebut khususnya menyangkut kedaulatan di bidang politik dan mandiri di
bidang ekonomi nampaknya pemerintah sekarang harus bekerja keras untuk
mewujudkan hal tersebut. Kita dapat melihat pada dasawarsa sebelumnya dimana
impor garam, beras, jagung, gula dan lainnya terus meningkat seiring dengan
berkurangnya produksi nasional bahan pokok diatas. Oleh karenanya,
pemerintahan Jokowi harus mampu meningkatkan produksi bahan makanan pokok agar
Indonesia tidak ketergantungan bahan makanan pokok dari Negara lain. Selain
itu, Indonesia sekarang ini hanya dijadikan sebagai market terbesar
oleh Negara-negara pengekspor harus diubah dengan cara meningkatkan ekspor yang
didukung dengan pembangunan kualitas manusia Indonesia.
Hal
lain yang harus diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi adalah mengenai kontrak
perusahaan-perusahaan asing di Indonesia, salah satunya PT Freeport Indonesia
yang telah habis masa kontraknya pada tahun 2014. Pada era pemerintahan SBY
draft perpanjangan kontrak Freeport telah dibahas oleh pemerintah, akan tetapi
pemerintahan SBY belum bisa memutuskan soal draft tersebut, pemerintah hanya
menyodorkan MoU kepada Freeport untuk merealisasikan enam butir renegosiasi
diantaranya pembangunan pabrik pengolahan (smelter), divestasi, royalti, dan
lahan. Keenam poin tersebut telah disepakati oleh pemerintahan SBY dan
Freeport, akan tetapi MoU belum ditanda tangani. Hal ini menjadi beban berat
pemerintahan sekarang, karena isu ini merupakan isu yang menarik maka jika Pak
Jokowi ingin elektabilitasnya bertahan selama lima tahun, keputusannya harus
mengkaji kembali isi Mou tersebut bila perlu membatalkan kontrak dengan
Freeport jika tidak menguntungkan Indonesia.
Sambutan pasar pasca pengumuman cabinet kerja Jokowi terhitung posistif,
artinya pasar telah menyambut baik susunan cabinet Jokowi. Kepercayaan pasar
terhadap komposisi cabinet kerja Jokowi disebabkan karena. Pertama orang-orang
yang ditunjuk Jokowi menduduki cabinet kerjanya merupakan orang-orang pekerja
dalam arti mereka merupakan pelaku bukan akademisi, sehingga mereka mengetahui
semua pekerjaan apa yang harus mereka lakukan ketika menduduki kursi menteri. Kedua kepercayaan
pasar terhadap cabinet ini dikarenakan tahap penyeleksian menteri yang
melibatkan KPK dan PPATK guna mengetahui rekam jejak para calon menteri yang
sesuai dengan keinginan Jokowi yaitu menteri yang bersih dari permasalahan
hukum dan tindak pidana korupsi. Kedua factor tersebut mempengaruhi kenaikan
saham di bursa efek.
Kebijakan
luar negeri di bidang ekonomi tidak semata-meta olahan dapur kemenlu, melainkan
harus adanya koordinasi dengan menteri perekonomian. Oleh karenanya menteri
perekonomian harus memiliki visi sejalan dengan kementerian luar negeri.
Menteri perekonomian yang sekarang di jabat oleh Sofyan Djalil memiliki banyak
pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan, misalnya penerimaan pajak
yang masih belum optimal, dan rawan penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Kementerian perekonomian harus bekerjasama dengan menteri
keuangan dalam hal penerimaan pajak yang masih belum optimal.
Pekerjaan
rumah yang lain yang lebih penting untuk meningkatkan produksi Indonesia adalah
pemberdayaan UMKM yang kesulitan dalam hal memperoleh pinjaman dari bank karena
harus melalui tahap yang rumit. Bagimana produk Indonesia bisa bersaing dengan
produk Negara lain jika dalam pemberian modalnya dipersulit oleh negaranya
sendiri.
Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) merupakan tantangan bagi kepemimpinan Jokowi mendatang dan
juga tugas berat bagi menteri-menterinya. Sebab jika kita melihat kualitas
manusia Indonesia masih kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Tenaga
kerja professional dan terdidik harus di perhatikan dan juga pemerintah harus
meningkatkan infrastruktur yang menjadi salah satu penghambat investasi asing
enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Jika
kita merujuk pada visi Jokowi yang ingin menerapkan konsep Tri Sakti Bung Karno
yaitu berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian
secara budaya nampaknya Jokowi harus menentukan menteri-menteri yang bisa
menjiwai spirit Tri Sakti Bung Karno. Oleh sebab itu jika Jokowi menerapkan Tri
Sakti Bung Karno sebagai landasan dalam setiap kebijakannya maka komposisi
menterinya pun harus orang-orang yang bukan neolib melainkan orang-orang yang
pro rakyat seperti spirit tri sakti. Apabila Jokowi memilih orang-orang neolib
maka secara tidak langsung Jokowi bertentangan dengan visinya yang termuat
dalam tri sakti. Salah satu contohnya yaitu masalah kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM), selama ini masalah kenaikan harga minyak Indonesia terfokus pada
pergerakan harga minyak dunia. Jika Indonesia menerapkan prinsip ekonomi pro
rakyat maka bagimanapun juga pemerintah harus bisa menekan harga subsidi BBM
agar tidak naik dengan cara menaikkan pendapatan Negara di sector pajak dan
lainnya. Sebab kenaikan BBM sangat luas dampaknya, tidak hanya harga barang
menjadi naik sehingga daya beli masyarakat kurang, tetapi juga menyebabkan
pabrik-pabrik yang tidak cukup modal harus menanggung biaya produksi yang
meningkat. Apabila biaya produksi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya
penjualannya, maka yang akan terjadi adalah pabrik-pabrik tersebut menjadi
bangkrut dan banyak karyawannya yang dirumahkan.
Saya
hanya bisa berharap cabinet kerja yang disusun oleh Pak Jokowi bisa komitmen
bekerja untuk rakyat dan setiap kebijakannya adalah pro rakyat.
Ditulis : 3 November 2014
Jam
: 12.00 Wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar